Halaman

19 Juni 2013

Kue Palu (Makassar)




Namanya kue palu, sama sekali bukan karena berasal dari daerah Palu ataupun dibuat menggunakan palu, hehe ^^. Aku yakin masih banyak teman yang belum pernah mencicipi kue yang satu ini. Aku juga makannya dulu waktu masih kecil. Kalau nenek datang biasanya beliau membawakan kue ini dan satu lagi favoritku, kue jipang. Suka sekali semuanya. Dua duanya dari beras ketan sangrai. Untuk kue palu, aromanya wangi khas ketan sangrai, ditambah kelapa parut dan gula pasir/merah. Teksturnya sedikit legit, tapi kalau dimakan harus hati hati karena beremah. Yang unik ya tekstur ketan dan kelapanya itu menurutku. Kalau menggunakan gula merah usahakan serut sehalus mungkin. Kalau menggunakan gula pasir cari yang butirannya halus seperti kastor. Ini nanti yang menyumbang sensasi krenyes krenyes ketika dikunyah. Dibentuk dengan cara dipadatkan dalam cetakan kue mangkok menghasilkan kue yang kelihatan kompak tapi begitu dikunyah langsung lumer di mulut.

Walaupun berasal dari Sulawesi Selatan kue ini jarang dijumpai di kota kota besar. Biasanya di daerah atau di kampung kampung saja orang suka membuatnya. Bukan karena kue ini kurang enak loh...tapi justru karena proses pembuatannya lumayan ribet . Bahannya cukup simpel. Cuma beras ketan, kelapa, dula pasir dan sedikit garam.

Aku bangga termasuk salah satu yang berhasil membuatnya. Bagaimana tidak...jangan dikira kalau kita punya gadget dapur yang lumayan canggih seperti blender atau food processor bisa dengan mudahnya membuat kue ini. No...no..no... . Aslinya beras ketan yang sudah disangrai kecoklatan ditumbuk menggunakan alu atau digiling dengan gilingan khusus. Setelah itu diayak. Begitulah dilakukan berulang ulang sampai beras ketannya habis menjadi bubuk semua. Walaupun bubuk nggak berarti halus seperti tepung terigu ya karena saringan yang digunakan bukan saringan halus. Masih terasa bulir bulir ketika dikunyah. Setelah itu dicampur dengan kelapa parut yang sudah dikukus supaya bisa tahan agak lama. Gulanya yang lumayan banyak merupakan pengawet alami dan membuat kue ini bisa bertahan sampai beberapa hari.

Nah karena aku nggak punya alu/gilingan, jadilah aku pake blender. Tau apa yang terjadi?? 10 kalipun aku blender berasnya nggak mau halus bener, pasti ada beras yang masih kasarnya tertinggal. Banyak lagi. Jadinya kue yang berhasil tercetak cuman jadi separuh dari resepnya. Tapi yang penting sudah tahu proses pembuatannya. Jadi lebih menghargai kue kue tradisional kita. Rasa capeknya hilang seketika ketika anak anak antusias makannya dan suka sekali sama kuenya. Kata mereka, kok bikinnya dikit sekali padahal kue ini enak sekali. Maaf ya anak anak...ibumu kurang telaten. Sebenarnya masih ada sisa tepung beras ketan yang masih kasar di dalam blender. Nanti mau coba lagi siapa tau bisa halus kalau aku sabar nungguin...hehe *mengharap keajaiban*




Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar